|
Batubara
|
Dalam catatan saya kali ini, saya akan menulis tentang "Proses
Pembentukan Batubara "
Batubara merupakan sumber
energi yang selama ini banyak dimanfaatkan dalam berbagai bidang kehidupan.
Pada dasarnya batubara merupakan bahan bakar fosil dan termasuk dalam kategori
batuan sedimen.
Proses
pembentukan batu bara
sendiri sangatlah kompleks dan membutuhkan waktu hingga berjuta-juta tahun
lamanya. Batubara terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan purba yang kemudian
mengendap selama berjuta-juta tahun dan mengalami proses pembatubaraan
(coalification) dibawah pengaruh fisika, kimia, maupun geologi. Oleh karena
itu, batubara termasuk dalam kategori bahan bakar fosil. Secara ringkas ada 2
tahap proses pembatubaraan yang terjadi, yakni:
1.
Tahap Diagenetik atau Biokimia (Penggambutan), dimulai pada saat
dimana tumbuhan yang telah mati mengalami pembusukan (terdeposisi) dan menjadi
humus. Humus ini kemudian diubah menjadi gambut oleh bakteri anaerobic dan
fungi hingga lignit (gambut) terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses
perubahan ini adalah kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang
dapat menyebabkan proses pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material organik
serta membentuk gambut.
2.
Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari
lignit menjadi bituminus dan akhirnya antrasit.
Secara
lebih rinci,
proses pembentukan batu bara dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
Pembusukan, bagian-bagian tumbuhan yang lunak akan diuraikan oleh
bakteri anaerob.
2.
Pengendapan, tumbuhan yang telah mengalami proses
pembusukan selanjutnya akan mengalami pengendapan, biasanya di lingkungan yang
berair. Akumulasi dari endapan ini dengan endapan-endapan sebelumnya akhirnya
akan membentuk lapisan gambut.
3.
Dekomposisi, lapisan gambut akan mengalami perubahan melalui
proses biokimia dan mengakibatkan keluarnya air dan sebagian hilangnya sebagian
unsur karbon dalam bentuk karbondioksida, karbonmonoksida, dan metana. Secara
relatif, unsur karbon akan bertambah dengan adanya pelepasan unsur atau senyawa
tersebut.
4.
Geotektonik, lapisan gambut akan mengalami kompaksi akibat adanya
gaya tektonik dan kemudian akan mengalami perlipatan dan patahan. Batubara low
grade dapat berubah menjadi batubara high grade apabila
gaya tektonik yang terjadi adalah gaya tektonik aktif, karena gaya tektonik
aktif dapat menyebabkan terjadinya intrusi atau keluarnya magma. Selain itu,
lingkungan pembentukan batubara yang berair juga dapat berubah menjadi area
darat dengan adanya gaya tektonik setting tertentu.
5.
Erosi, merupakan proses pengikisan pada permukaan batubara yang
telah mengalami proses geotektonik. Permukaan yang telah terkelupas akibat
erosi inilah yang hingga saat ini dieksploitasi manusia.
Faktor-Faktor
Dalam Pembentukan Batubara
Faktor-Faktor
dalam pembentukan batubara sangat berpengaruh terhadap bentuk maupun kualitas
dari lapisan batubara. Beberapa faktor yang berpengaruh dalam pembentukan
batubara adalah :
1.
Material dasar, yakni flora atau tumbuhan yang tumbuh beberapa
juta tahun yang lalu, yang kemudian terakumulasi pada suatu lingkungan dan zona
fisiografi dengan iklim clan topografi tertentu. Jenis dari flora sendiri amat
sangat berpengaruh terhadap tipe dari batubara yang terbentuk.
2.
Proses dekomposisi, yakni proses transformasi
biokimia dari material dasar pembentuk batubara menjadi batubara. Dalam proses
ini, sisa tumbuhan yang terendapkan akan mengalami perubahan baik secara fisika
maupun kimia.
3.
Umur geologi, yakni skala waktu (dalam jutaan tahun) yang
menyatakan berapa lama material dasar yang diendapkan mengalami transformasi.
Untuk material yang diendapkan dalam skala waktu geologi yang panjang, maka
proses dekomposisi yang terjadi adalah fase lanjut clan menghasilkan batubara
dengan kandungan karbon yang tinggi.
4.
Posisi geotektonik, yang dapat mempengaruhi proses pembentukan
suatu lapisan batubara dari :
a.
Tekanan yang dihasilkan oleh proses geotektonik dan menekan lapisan batubara
yang terbentuk.
b.
Struktur dari lapisan batubara tersebut, yakni bentuk cekungan stabil, lipatan,
atau patahan.
c.
Intrusi magma, yang akan mempengaruhi dan/atau merubah grade dari lapisan
batubara yang dihasilkan.
5.
Lingkungan pengendapan, yakni lingkungan pada saat proses sedimentasi
dari material dasar menjadi material sedimen. Lingkungan pengendapan ini
sendiri dapat ditinjau dari beberapa aspek sebagai berikut:
a.
Struktur cekungan batubara, yakni posisi di mana material dasar diendapkan.
Strukturnya cekungan batubara ini sangat berpengaruh pada kondisi dan posisi
geotektonik.
b.
Topografi dan morfologi, yakni bentuk dan kenampakan dari tempat cekungan
pengendapan material dasar. Topografi dan morfologi cekungan pada saat
pengendapan sangat penting karena menentukan penyebaran rawa-rawa di mana
batubara terbentuk. Topografi dan morfologi dapat dipengaruhi oleh proses
geotektonik.
c.
Iklim, yang merupakan faktor yang sangat penting dalam proses pembentukan
batubara karena dapat mengontrol pertumbuhan flora atau tumbuhan sebelum proses
pengendapan. Iklim biasanya dipengaruhi oleh kondisi topografi setempat.
I.
Interpretasi Lingkungan Pengendapan dari Litotipe dan Viikrolitotipe
Tosch (1960) dalam Bustin dkk. (1983), Teichmuller and Teichmuller (1968) dalam Murchissen (1968) berpendapat bahwa litotipe dan mikrolitotipe batubara berhubungan erat dengan lingkungan pengendapannya.
Tosch (1960) dalam Bustin dkk. (1983), Teichmuller and Teichmuller (1968) dalam Murchissen (1968) berpendapat bahwa litotipe dan mikrolitotipe batubara berhubungan erat dengan lingkungan pengendapannya.
a.
Lingkungan pengendapan dari masing-masing litotipe adalah sebagi berikut :
1. Vitrain dan Clarain, diendapkan di daerah pasang surut dimana terjadi perubahan muka air laut.
2. Fusain, diendapkan pada lingkungan dengan kecepatan pengendapan rendah, yaitu lingkungan air dangkal yang dekat dengan daratan.
3. Durain, diendapkan dalam lingkungan yang lebih dalam lagi, diperkirakan lingkungan laut dangkal.
1. Vitrain dan Clarain, diendapkan di daerah pasang surut dimana terjadi perubahan muka air laut.
2. Fusain, diendapkan pada lingkungan dengan kecepatan pengendapan rendah, yaitu lingkungan air dangkal yang dekat dengan daratan.
3. Durain, diendapkan dalam lingkungan yang lebih dalam lagi, diperkirakan lingkungan laut dangkal.
b.
Sedangkan interpretasi lingkungan pengendapan berdasarkan mikrolitotipe adalah
sebagai berikut :
1. Vitrit, berasal dari kayu-kayuan seperti batang, dahan, akar, yang menunjukkan lingkungan rawa berhutan.
2. Clarit, berasal dari tumbuhan yang mengandung serat kayu dan diperkirakan terbentuk pada lingkungan rawa.
3. Durit, kaya akan jejak jejak akar dan spora, hal ini diperkirakan terbentuk pada lingkungan laut dangkal.
4. Trimaserit, yang kaya akan vitrinit terbentuk di lingkungan rawa, sedangkan yang kaya akan liptinit terbentuk di lingkungan laut dangkal clan yang kaya akan inertinit terbentuk dekat daratan.
1. Vitrit, berasal dari kayu-kayuan seperti batang, dahan, akar, yang menunjukkan lingkungan rawa berhutan.
2. Clarit, berasal dari tumbuhan yang mengandung serat kayu dan diperkirakan terbentuk pada lingkungan rawa.
3. Durit, kaya akan jejak jejak akar dan spora, hal ini diperkirakan terbentuk pada lingkungan laut dangkal.
4. Trimaserit, yang kaya akan vitrinit terbentuk di lingkungan rawa, sedangkan yang kaya akan liptinit terbentuk di lingkungan laut dangkal clan yang kaya akan inertinit terbentuk dekat daratan.
II.
Lingkungan Pengendapan Batubara
Pembentukan batubara terjadi pada kondisi reduksi di daerah rawa-rawa lebih dari 90% batubara di dunia terbentuk pada lingkungan paralik. Daerah seperti ini dapat dijumpai di dataran pantai, laguna, delta, dan fluviatil.
Di dataran pantai, pengendapan batubara terjadi pada rawa-rawa di lelakang pematang pasir pantai yang berasosiasi dengan sistem laguna ke arah darat. Di daerah ini tidak berhubungan dengan laut terbuka sehingga efek oksidasi au laut tidak ada sehingga menunjang pada pembentukan batubara di daerah rawa-rawa pantai.
Pada lingkungan delta, batubara terbentuk di backswamp clan delta plain. Sedangkan di delta front dan prodelta tidak terbentuk batubara disebabkan oleh adanya pengaruh air laut yang besar clan berada di bawah permulcaan air laut.
Pada lingkungan fluviatil terjadi pada rawa-rawa dataran banjir atau ,th.-alplain dan belakang tanggul alam atau natural levee dari sistem sungai yang are-ander. Umumnya batubara di lingkungan ini berbentuk lensa-lensa karena membaii ke segala arah mengikuti bentuk cekungan limpahnya.
1. Endapan Batubara Paralik
Lingkungan paralik terbagi ke dalam 3 sub lingkungan, yakni endapan lmuhara belakang pematang (back barrier), endapan batubara delta, endapan Dwubara antar delta dan dataran pantai (Bustin, Cameron, Grieve, dan Kalkreuth,
Ketiganya mempunyai bentuk lapisan tersendiri, akan tetapi pada , wnumnya tipis-tipis, tidak menerus secara lateral, mengandung kadar sulfur, abu dar. nitrogen yang tinggi.
2. Endapan Batubara Belakang Pematang (back barrier)
Batubara belakang pematang terakumulasi ke arah darat dari pulau-pulau pcmatang (barrier island) yang telah ada sebelumnya dan terbentuk sebagai ai.:hat dari pengisian laguna. Kemudian terjadi proses pendangkalan cekungan antar pulau-pulau bar sehingga material yang diendapkan pada umumnya tergolong ke dalam klastika halus seperti batulempung sisipan batupasir dan batugamping. Selanjutnya terbentuk rawa-rawa air asin dan pada keadaan ini cn.iapan sedimen dipengaruhi oleh pasang surut air laut sehingga moluska dapat berkembang dengan baik sebab terjadi pelemparan oleh ombak dari laut terbuka le laguna yang membawa materi organik sebagai makanan yang baik bagi penghuni laguna. Sedangkan endapan sedimen yang berkembang pada umumnya tcrdiri dari perselingan batupasir dan batulempung dengan sisipan batubara dan batugamping. Struktur sedimen yang berkembang ialah lapisan bersusun, silang siur dan laminasi halus. Endapan batubara terbentuk akibat dari meluasnya permukaan rawa dari pulau-pulau gambut (marsh) yang ditumbuhi oleh tumbuhan air tawar.
3. Endapan Batubara Delta
Berdasarkan bentuk dataran deltanya, batubara daerah ini terbentuk pada beberapa sub lingkungan yakni delta yang dipengaruhi sungai, gelombang pasang surut. dataran delta bawah dan atas, dan dataran aluvium. Kecepatan pengendapan sangat berpengaruh pada penyebaran dan ketebalan endapan batubara. Batubara daerah ini tidak menerus secara lateral akibat dari perubahan fasies yang relatif pendek dan cepat yang disebabkan oleh kemiringan yang tajam sehingga ketebalan dan kualitasnya bervariasi. Pada umumnya batubara tersebut berasal dari alang-alang dan tumbuhan paku.
4. Endapan Batubara Antar Delta dan Dataran Pantai
Batubara daerah ini terbentuk pada daerah rawa yang berkembang di :jerah pantai yang tenang dengan water table tinggi dan pengaruh endapan liaaik sangat kecil. Daerah rawa pantai biasanya banyak ditumbuhi oleh :umbuhan air tawar dan air payau. Batubara ini pada umumnya tipis-tipis dan secara lateral tidak lebih dari 1 km.
Batubara lingkungan ini kaya akan abu, sulfur, nitrogen, dan mengandung fosil laut. Di daerah tropis biasanya terbentuk dari bakau dan kaya sulfur. Kandungan sulfur tinggi akibat oleh naiknya ion sulfat dari air laut dan oleh salinitas bakteri anaerobik.
Pembentukan batubara terjadi pada kondisi reduksi di daerah rawa-rawa lebih dari 90% batubara di dunia terbentuk pada lingkungan paralik. Daerah seperti ini dapat dijumpai di dataran pantai, laguna, delta, dan fluviatil.
Di dataran pantai, pengendapan batubara terjadi pada rawa-rawa di lelakang pematang pasir pantai yang berasosiasi dengan sistem laguna ke arah darat. Di daerah ini tidak berhubungan dengan laut terbuka sehingga efek oksidasi au laut tidak ada sehingga menunjang pada pembentukan batubara di daerah rawa-rawa pantai.
Pada lingkungan delta, batubara terbentuk di backswamp clan delta plain. Sedangkan di delta front dan prodelta tidak terbentuk batubara disebabkan oleh adanya pengaruh air laut yang besar clan berada di bawah permulcaan air laut.
Pada lingkungan fluviatil terjadi pada rawa-rawa dataran banjir atau ,th.-alplain dan belakang tanggul alam atau natural levee dari sistem sungai yang are-ander. Umumnya batubara di lingkungan ini berbentuk lensa-lensa karena membaii ke segala arah mengikuti bentuk cekungan limpahnya.
1. Endapan Batubara Paralik
Lingkungan paralik terbagi ke dalam 3 sub lingkungan, yakni endapan lmuhara belakang pematang (back barrier), endapan batubara delta, endapan Dwubara antar delta dan dataran pantai (Bustin, Cameron, Grieve, dan Kalkreuth,
Ketiganya mempunyai bentuk lapisan tersendiri, akan tetapi pada , wnumnya tipis-tipis, tidak menerus secara lateral, mengandung kadar sulfur, abu dar. nitrogen yang tinggi.
2. Endapan Batubara Belakang Pematang (back barrier)
Batubara belakang pematang terakumulasi ke arah darat dari pulau-pulau pcmatang (barrier island) yang telah ada sebelumnya dan terbentuk sebagai ai.:hat dari pengisian laguna. Kemudian terjadi proses pendangkalan cekungan antar pulau-pulau bar sehingga material yang diendapkan pada umumnya tergolong ke dalam klastika halus seperti batulempung sisipan batupasir dan batugamping. Selanjutnya terbentuk rawa-rawa air asin dan pada keadaan ini cn.iapan sedimen dipengaruhi oleh pasang surut air laut sehingga moluska dapat berkembang dengan baik sebab terjadi pelemparan oleh ombak dari laut terbuka le laguna yang membawa materi organik sebagai makanan yang baik bagi penghuni laguna. Sedangkan endapan sedimen yang berkembang pada umumnya tcrdiri dari perselingan batupasir dan batulempung dengan sisipan batubara dan batugamping. Struktur sedimen yang berkembang ialah lapisan bersusun, silang siur dan laminasi halus. Endapan batubara terbentuk akibat dari meluasnya permukaan rawa dari pulau-pulau gambut (marsh) yang ditumbuhi oleh tumbuhan air tawar.
3. Endapan Batubara Delta
Berdasarkan bentuk dataran deltanya, batubara daerah ini terbentuk pada beberapa sub lingkungan yakni delta yang dipengaruhi sungai, gelombang pasang surut. dataran delta bawah dan atas, dan dataran aluvium. Kecepatan pengendapan sangat berpengaruh pada penyebaran dan ketebalan endapan batubara. Batubara daerah ini tidak menerus secara lateral akibat dari perubahan fasies yang relatif pendek dan cepat yang disebabkan oleh kemiringan yang tajam sehingga ketebalan dan kualitasnya bervariasi. Pada umumnya batubara tersebut berasal dari alang-alang dan tumbuhan paku.
4. Endapan Batubara Antar Delta dan Dataran Pantai
Batubara daerah ini terbentuk pada daerah rawa yang berkembang di :jerah pantai yang tenang dengan water table tinggi dan pengaruh endapan liaaik sangat kecil. Daerah rawa pantai biasanya banyak ditumbuhi oleh :umbuhan air tawar dan air payau. Batubara ini pada umumnya tipis-tipis dan secara lateral tidak lebih dari 1 km.
Batubara lingkungan ini kaya akan abu, sulfur, nitrogen, dan mengandung fosil laut. Di daerah tropis biasanya terbentuk dari bakau dan kaya sulfur. Kandungan sulfur tinggi akibat oleh naiknya ion sulfat dari air laut dan oleh salinitas bakteri anaerobik.
Tempat
Pembentukan Batu Bara
Terdapat dua teori yang menjelaskan tentang tempat dalam proses pembentukan batu bara, yaitu :
Terdapat dua teori yang menjelaskan tentang tempat dalam proses pembentukan batu bara, yaitu :
1.
Teori insitu
Proses
pembentukan batu bara terjadi di tempat asal tumbuhan tersebut berada. Tumbuhan
yang telah mati akan langsung tertimbun lapisan sedimen dan kemudian mengalami
proses pembatubaraan tanpa mengalami proses perpindahan tempat.
Batubara yang dihasilkan dari proses ini memiliki kualitas yang baik. Penyebaran batubara jenis ini sifatnya merata dan luas, bisa dijumpai di wilayah Muara Enim, Sumatera Selatan
Batubara yang dihasilkan dari proses ini memiliki kualitas yang baik. Penyebaran batubara jenis ini sifatnya merata dan luas, bisa dijumpai di wilayah Muara Enim, Sumatera Selatan
2.
Teori drift
Berdasarkan
teori ini, batubara terbentuk bukan di tempat asal tumbuhan itu berada.
Tumbuhan yang telah mati akan terangkut air hingga terkumpul di suatu
tempat dan mengalami proses sedimentasi dan pembatubaraan.
Kualitas
batubara yang dihasilkan dari proses ini tergolong kurang baik karena
tercampur material pengotor pada saat proses pengangkutan. Penyebaran
batubara ini tidak begitu luas, namun dapat dijumpai di beberapa tempat
seperti di lapangan batubara delta Mahakam Purba, Kalimantan Timur.
Komposisi
Kimia Batubara
Batubara merupakan senyawa hidrokarbon padat yang terdapat di alam dengan komposisi yang cukup kompleks. Pada dasarnya terdapat dua jenis material yang membentuk batubara, yaitu :
1. Combustible Material, yaitu bahan atau material yang dapat dibakar/dioksidasi oleh oksigen. Material tersebut umumnya terdiri dari :
• karbon padat (fixed carbon)
• senyawa hidrokarbon
• senyawa sulfur
• senyawa nitrogen, dan beberapa senyawa lainnya dalam jumlah kecil.
2. Non Combustible Material, yaitu bahan atau material yang tidak dapat dibakar/dioksidasi
oleh oksigen. Material tersebut umumnya terediri dari aenvawa anorganik (SiO2, A12O3, Fe2O3, TiO2, Mn3O4, CaO, MgO, Na2 O, K2O, dan senyawa logam lainnya dalam jumlah yang kecil) yang akan membentuk abu/ash dalam batubara. Kandungan non combustible material ini umumnya diingini karena akan mengurangi nilai bakarnya.
Pada proses pembentukan batubara/coalification, dengan bantuan faktor ti:ika dan kimia alam, selulosa yang berasal dari tanaman akan mengalami pcruhahan menjadi lignit, subbituminus, bituminus, atau antrasit. Proses transformasi ini dapat digambarkan dengan persamaan reaksi sebagai berikut.
Batubara merupakan senyawa hidrokarbon padat yang terdapat di alam dengan komposisi yang cukup kompleks. Pada dasarnya terdapat dua jenis material yang membentuk batubara, yaitu :
1. Combustible Material, yaitu bahan atau material yang dapat dibakar/dioksidasi oleh oksigen. Material tersebut umumnya terdiri dari :
• karbon padat (fixed carbon)
• senyawa hidrokarbon
• senyawa sulfur
• senyawa nitrogen, dan beberapa senyawa lainnya dalam jumlah kecil.
2. Non Combustible Material, yaitu bahan atau material yang tidak dapat dibakar/dioksidasi
oleh oksigen. Material tersebut umumnya terediri dari aenvawa anorganik (SiO2, A12O3, Fe2O3, TiO2, Mn3O4, CaO, MgO, Na2 O, K2O, dan senyawa logam lainnya dalam jumlah yang kecil) yang akan membentuk abu/ash dalam batubara. Kandungan non combustible material ini umumnya diingini karena akan mengurangi nilai bakarnya.
Pada proses pembentukan batubara/coalification, dengan bantuan faktor ti:ika dan kimia alam, selulosa yang berasal dari tanaman akan mengalami pcruhahan menjadi lignit, subbituminus, bituminus, atau antrasit. Proses transformasi ini dapat digambarkan dengan persamaan reaksi sebagai berikut.
5(C6H10O5) C20H22O4 + 3CH4 + 8H2O + 6CO2 + CO
Selulosa lignit + gas metan
6(C6H10O5) C22H20O3 + 5CH4 + 1OH2O + 8CO2 + CO
Cellulose bituminous + gas metan
Untuk proses coalification fase lanjut dengan waktu yang cukup lama atau dengan bantuan pemanasan, maka unsur senyawa karbon padat yang terbentuk akan bertambah sehingga grade batubara akan menjadi lebih tinggi. Pada fase ini hidrogen yang terikat pada air yang terbentuk akan menjadi semakin sedikit.
Kelas
dan Jenis Batubara
Berdasarkan
tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu,
batubara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus, sub-bituminus,
lignit dan gambut.
1.
Antrasit adalah kelas batubara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan
(luster) metalik, mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C) dengan kadar air
kurang dari 8%.
2.
Bituminus mengandung 68 - 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10%
dari beratnya. Kelas batubara yang paling banyak ditambang di Australia.
3.
Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh
karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan
bituminus.
4.
Lignit atau batubara coklat (brown coal) adalah batubara yang
sangat lunak yang mengandung air 35-75% dari beratnya.
5.
Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori
yang paling rendah.
Materi
Pembentuk Batubara
Hampir
seluruh pembentuk batubara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan
pembentuk batubara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut:
1.
Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel
tunggal. Sangat sedikit endapan batubara dari perioda ini.
2. Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga. Sedikit endapan batubara dari perioda ini.
3. Pteridofita, umur Devon Atas hingga Karbon Atas. Materi utama pembentuk batubara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa bunga dan biji, berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.
4. Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus, mengandung kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batubara Permian seperti di Australia, India dan Afrika.
2. Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga. Sedikit endapan batubara dari perioda ini.
3. Pteridofita, umur Devon Atas hingga Karbon Atas. Materi utama pembentuk batubara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa bunga dan biji, berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.
4. Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus, mengandung kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batubara Permian seperti di Australia, India dan Afrika.
5. Angiospermae, dari Zaman
Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern, buah yang menutupi biji, jantan
dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding gimnospermae sehingga, secara
umum, kurang dapat terawetkan.
Umur
Batubara
Pembentukan
batubara memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan hanya terjadi pada era-era
tertentu sepanjang sejarah geologi. Pembentukan batubara dimulai sejak periode
pembentukan Karbon (Carboniferous Period) yang
dikenal sebagai zaman batu bara pertama yang berlangsung antara 360 juta sampai
290 juta tahun yang lalu (jtl). Zaman Karbon adalah masa
pembentukan batubara yang paling produktif dimana hampir seluruh deposit
batubara (black coal) yang ekonomis di belahan bumi bagian utara
terbentuk. Pada Zaman Permian, kira-kira 270 jtl, juga terbentuk
endapan-endapan batubara yang ekonomis di belahan bumi bagian selatan, seperti
Australia, dan berlangsung terus hingga ke Zaman Tersier (70 - 13 jtl)
di berbagai belahan bumi lain.
Sumber:
0 komentar:
Posting Komentar